IDENTITAS PENDUDUK

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Perpres Nomor 96 Tahun 2018, pencatatan biodata penduduk dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: 
a. Surat pengantar (asli) dari rukun tetangga dan rukun warga atau yang disebut dengan nama lain;
b. Fotokopi dokumen atau bukti peristiwa kependudukan dan peristiwa penting;
c.Fotokopi bukti pendidikan terakhir;
d.Apabila tidak memiliki syarat b dan c, maka mengisi surat keterangan tidak memiliki dokumen kependudukan. 
Tata Cara:
a. Pemohon mengisi Formulir Biodata Keluarga (F-1.01);
b. Pemohon menyerahkan surat pengantar RT dan RW (tidak diperlukan untuk anak yang baru lahir dengan orang tua yang sudah terdaftar dalam database kependudukan);
c. Pemohon menyerahkan fotokopi dokumen atau bukti peristiwa kependudukan dan peristiwa penting (seperti paspor, surat keterangan lahir dari RS/ Puskesmas/Klinik); 
d. Pemohon menyerahkan fotokopi bukti Pendidikan terakhir (ijazah);
e. Apabila huruf c dan huruf d tidak dimiliki, maka Pemohon mengisi Surat Pernyataan Tidak Memiliki Dokumen Kependudukan (F1.04);
f. Pemohon menyerahkan surat pernyataan (asli) tidak keberatan dari pemilik rumah apabila menumpang KK, menyewa rumah, kontrak dan kost; 
g. Dinas menerbitkan Biodata. Dalam hal Biodata diminta oleh penduduk, Dinas memberikan Biodatanya.
Catatan: 
Untuk pelayanan daring, persyaratan yang discan/difoto untuk diunggah harus aslinya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 33 PP Nomor 40 Tahun 2019, bahwa dalam hal NIK yang tercantum pada KTP-el berbeda dengan NIK yang tercantum pada Dokumen kependudukan dan/atau dokumen identitas lainnya yang diterbitkan oleh Kementerian/Lembaga atau badan hukum Indonesia, maka NIK yang berlaku adalah NIK yang tercantum pada KTP-el.

Berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (2) PP Nomor 40 Tahun 2019, bahwa NIK berlaku seumur hidup dan selamanya tidak berubah, dan tidak mengikuti perubahan domisili.

KARTU KELUARGA

Berdasarkan ketentuan Pasal 61 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, bahwa Nomor KK berlaku untuk selamanya, kecuali terjadi perubahan kepala keluarga. Berarti dalam hal kepala keluarga pindah alamat dan tidak diikuti oleh anggota keluarga lainnya akan diterbitkan nomor kartu keluarga baru.

Berdasarkan penjelasan ketentuan Pasal 61 ayat (1) pada lampiran UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 menyebutkan bahwa yang dimaksud “dengan Kepala Keluarga” adalah:
a. orang yang bertempat tinggal dengan darah maupun tidak, yang bertanggung jawab terhadap keluarga;
b. orang yang bertempat tinggal seorang diri; atau 
c. kepala kesatrian, kepala asrama, kepala rumah yatim piatu, dan Iain-Iain tempat beberapa orang tinggal bersama-sama. Setiap kepala keluarga wajib memiliki KK, meskipun kepala keluarga tersebut masih menumpang di rumah orang tuanya karena pada prinsipnya dalam satu alamat rumah boleh terdapat lebih dari satu KK.
Dalam hal ini penduduk yang telah memilki KTP-el yang bertempat tinggal seorang diri dapat diterbitkan Kartu Keluarga dengan status kepala keluarga.

Bila anak sambung/anak tiri tersebut adalah anak yang dibawa dari perkawinan yang sah orang tuanya, maka pencantuman dalam KK pada kolom SHDK bagi anak sambung/anak tiri dicantumkan dengan status anak. Walaupun dalam kolom SHDK tercantum status anak, namun pada kolom nama orang tua nama yang tercantum adalah nama orang tua biologis dari anak sambung/anak tiri tersebut.
a. Dalam hal ayah sambung dari anak sambung/anak tiri tersebut tidak dapat menunjukkan buku nikah/akta perkawinan, maka pencantuman dalam KK pada kolom SHDK bagi anak sambung/anak tiri dicantumkan dengan status lainnya (karena tidak ada hubungan keluarga dengan Kepala Keluarga).
Dalam hal ibu sambung sebagai kepala keluarga dari anak sambung/anak tiri tersebut dan tidak dapat menunjukkan buku nikah/akta perkawinan, maka pencantuman dalam KK pada kolom SHDK bagi anak sambung/anak tiri dicantumkan dengan status lainnya (karena tidak ada hubungan keluarga dengan Kepala Keluarga).